Langsung ke konten utama

Unggulan

Selalu Ber-prasangka Baik Kepada Allah ﷻ

 Oleh: [K.H. Uzairon Thoifur Abdillah] بسم الله الرحمن الرحيم   "Inii kejadian seperti ini kyaii, kan kita harus islah! diri, ini mesti karena banyaknya maksiat! sehinga terjadi, musibah! seperti ini".  Maka kyai itu bilang,     "Ndaak! ini kehendak Allah sudah begini ini, ini kehendak Allah ya begini ini, nggak ada kaitannya dengan amalannya manusia".    "Memang betuul! Diantara kehendak Allah itu musibah! dikaitkan dengan? dengan dosanya manusia, itu kehendak Allah juga, wong sudah salah kok nggak mau ngaku salah itu gimana!".  Maka dia,     "Ow iya, iya iya".     "Iya kan, kalau begitu itu, jawabannya berarti kita nggak perlu Astagfirullah hal adzim kalau begitu. Semua! Memang kehendak Allah, tapi, yang Allah katakan baik ya kita katakan baik, kalau katakan buruk ya kita katakan buruk. Diantara kehendak Allah! mengaitkan musibah dengan? Dengan dosa! Jangan terus : Wis kehendak Allah aku nggak salah Pengeran me...

Sayyidah 'Abīdah Binti Abi Kilab Ra.

   Sayyidah Abidah binti Abi Kilab (tinggal di Thufawah, Basrah) 
adalah seorang wali wanita yang selama hidup hanya melakukan ibadah dan selalu ingin cepat mati agar bisa segera bertemu dengan Allah Swt. yang dicintainya. Ia adalah mujtahidah sejati yang kecerdasannya setara dengan kecerdasan para ulama pada zamannya. Ia pernah menangis terus-menerus selama 40 tahun hingga penglihatannya 
rusak. Ia sering berkunjung dan berdiskusi dengan Malik ibn Dinar selama hampir dua puluh tahun lamanya.

______________________________________

   'Abidah adalah seorang wanita yang rajin beribadah dari Bashrah. Dia berwatak ma'rifat. Sebagian orang mengatakan bahwa dia memiliki derajat spiritual yang lebih tinggi dari Rabi'ah. Dia adalah teman dekat Malik ibn Dinar. 'Abdah, putri Abu Syuwāl, telah menuturkan cerita berikut tentang 'Abidah:

   Aku bermimpi bertemu dengan Rābi'ah Al-'Adawiyah setelah dia meninggal, dan aku bertanya kepadanya,

   "Apa yang terjadi pada 'Abidah, putri Abu Kilab?"
  
   "Oh, derajat yang dicapainya jauh, jauh melebihiku. Aku tidak akan pernah mendekatinya."

   "Tetapi bagaimana bisa, padahal keadaan spiritual-mu jauh lebih tinggi daripadanya?"

   "Sebab dia tidak peduli bagaimana hari-hari dan malam-malamnya dilewatinya."

   Dikatakan bahwa 'Abidah telah mengatakan, "Bagaimanapun keadaanku di pagi atau di malam hari, tak ada bedanya bagiku."

   Ketika Salamah Al-Afqam dari Tāwafah menanyakan pada 'Abidah, apa yang paling dicintainya, dia menjawab, "Maut."
   "Mengapa?" tanya Salamah.
   
   "Demi Allah," 'Abidah menjawab, "Setiap fajar menyingsing aku takut kalau-kalau aku melakukan dosa yang akan mendatangkan kebinasaan bagiku di akhirat nanti."

   Abdul Aziz ibn Sālman berceritera, "'Abidah dan ayahku berteman dengan Mālik ibn Dinār selama dua puluh tahun. 'Abidah tak pernah menganggu Mālik dengan pertanyaan apa pun, kecuali dalam satu kesempatan ketika dia bertanya, "Wahai Mālik, kapankah seorang hamba mencapai derajat diatas semua maqam?" Mālik menjawab, "Pertanyaan yang bagus, 'Abidah! Manakala seorang hamba telah mencapai derajat yang di atasnya tidak ada lagi maqam yang lain, dia tidak akan mencintai sesuatu apa pun tanpa dia sampai kepada Tuhan dengan segera."

   "Ayahku mengatakan bahwa mendengar jawaban Mālik itu 'Abidah menangis sedemukian rupa sehingga jatuh pingsan."

   "Dalam hal ilmu, "tutur Barā Ghanawai, "tak seorang pun yang melebihi 'Abidah setelah dia meninggal."

   "Demikian juga Abdullah ibn Rasyid Al-Sa'di, yang adalah teman dekat zahid masyhur Abdul Wāhid ibn Zayd, menuturkan, "Aku telah bertemu dengan banyak tokoh tua, pemuda, pengabdi Tuhan, laki-laki maupun wanita, namun aku belum pernah menjumpai seorang wanita atau laki-laki tang lebih bijak daripada 'Abidah."


📚[Shifah al-Shāfwah, Thabaqāt al-Kubrā]




Komentar

Postingan Populer