Cari Blog Ini
Di antara syarat menjadi al-faqīr ilallah adalah tidak pernah melihat 'aib (kejelekan) orang lain (apalagi menggunjing). [Syaikh Ahmad bin Abil Husain ar-Rifā'iy]
Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Perang Badar
Latar Belakang Peperangan
Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa kafilah dagang Quraisy bisa lepas dari hadangan Nabi ﷺ dalam perjalanannya dari Mekkah ke Syam. Ketika mendekati saat kepulangan mereka dari Syam ke Mekkah, beliau mengutus Thalhah bin Ubaidillah dan Sa'id bin Zaid agar pergi ke Utara untuk tugas penyelidikan. Keduanya tiba di Al-Haura' dan berada di sana untuk beberapa lama. Ketika kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan sudah lewat, keduanya cepat-cepat kembali ke Madinah dan menyampaikan kabar ini kepada Rasulullah ﷺ.
Kafilah dagang itu sendiri membawa harta kekayaan penduduk Mekkah, yang jumlahnya sangat melimpah, yaitu sebanyak 1000 unta yang membawa harta benda milik mereka. Nilainya tidak kurang dari 5000 Dinar emas. Sementara yang mengawalnya tidak lebih dari 40 orang.
Ini merupakan kesempatan emas bagi pasukan Madinah untuk melancarkan pukulan telak terhadap orang-orang musyrik, pukulan dalam bidang politik, ekonomi dan militer, jika mereka sampai kehilangan kekayaan yang tiada terkira banyaknya ini. Karena itu, Rasulullah ﷺ mengumumkan kepada kaum Muslimin, "Ini adalah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta benda mereka. Hadanglah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta benda mereka. Hadanglah kafilah itu, semoga Allah memberikan barang rampasan itu kepada kalian."
Beliau tidak menekankan kepada seorang pun di antara mereka untuk bergabung, tetapi beliau menyerahkan masalah ini kepada kerelaan mereka. Sebab, kali ini tidak akan terjadi pertempuran yang dahsyat dengan pasukan Quraisy, dan memang pertempuran itu baru terjadi saat di Badar. Karena itulah, banyak shahabat yang memilih tetap di Madinah. Sebab, ketetapan kali ini tak berbeda dengan ketetapan beliau dalam mengirimkan satuan-satuan pasukan sebelumnya. Karena itu, mereka pun tidak mengingkari keputusan beliau untuk tidak ikut dalam penghadangan ini.
Kekuatan Pasukan Islam dan Pembagian Komando Rasulullah ﷺ mengadakan persiapan untuk keluar bersema 313 atau hingga 317 orang, yang terdiri dari 82 dari Muhajirin, 61 dari Aus, dan 170 dari Khazraj. Mereka tidak mengadakan pertemuan khusus dan tidak membawa perlengkapan yang banyak. Kudanya pun hanya dua ekor; seekor milik Az-Zubair Al-Awwam dan seekor lagi milik Al-Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi. Untanya ada 70 ekor. Satu ekor dinaiki dua atau tiga orang. Rasulullah ﷺ naik seekor unta bersama Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi.
Rasulullah ﷺ mengangkat Ibnu Ummi Makhtum menjadi wakil beliau di Madinah. Namun, setibanya di Ar-Rauha', beliau menyuruh Abu Lubabah bin Abdul Mundzir agar kembali ke Madinah dan menggantikan posisi Ibnu Ummi Makhtum sebagai wakil beliau.
Bendera komando tertinggi yang berwarna putih diserahkan Mush'ab bin Umair Al-Quraisyi Al-Abdari. Pasukan kaum Muslimin dibagi menjadi dua batalion:
1. Batalion Muhajirin. Benderanya diserahkan kepada Ali bin Abu Thalib.
2. Batalion Anshar. Benderanya diserahkan kepada Sa'ad bin Mu'adz.
Komando sayap diserahkan kepada Az-Zubair bin Al-Awwam dan sayap kiri diserahkan kepada Al-Miqdad bin Amr, karena hanya mereka berdualah yang naik kuda dalam pasukan itu. Sementara itu, pertahanan garis belakang diserahkan kepada Qais bin Sha'sha'ah. Komando tertinggi berada di tangan Rasulullah ﷺ.
Peta perang badar kubra |
Pasukan Islam Bergerak ke Badar
Tanpa berpikir panjang, Rasulullah ﷺ berangkat dari jantung Madinah bersama pasukan dan berjalan melewati jalur utama yang mengarah ke Mekkah hingga tiba di sumur Ar-Rauha'. Ketika meninggalkan tempat ini, tidak mengambil jalan ke arah kiri yang menuju Mekkah, tetapi justru mengambil jalan ke arah kanan menuju Badar, melewati Tahapan dan tiba Ash-Shafra'. Dari sana beliau mengirim Basbas bin Amr dan Adi bin Abu Az-Za'ba' Al-Juhani agar pergi ke Badar guna mencari berita tentang kafilah dagang Quraisy.
Peringatan di Mekkah
Abu Sufyan yang bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan kafilah dagang Quraisy bertindak sangat hati-hati dan waspada. Dia tahu bahwa jalur ke Mekkah penuh dengan resiko. Karena itu, dia mencari-cari informasi dan bertanya kepada siapa saja di tengah perjalanan. Akhirnya, ia pun mendapatkan kabar yang meyakinkan bahwa Muhammad ﷺ telah pergi bersama sahabat-sahabatnya untuk menghadang kafilah. Karena itulah, Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin Amr Al-Ghifari agar pergi ke Mekkah dan memberi tahu orang-orang Quraisy sekaligus mengirim bantuan untuk menyelamatkan kafilah dagang mereka dan menghadapi Muhammad beserta rekan-rekannya.
Dhamdham mengadakan perjalanan cepat hingga selamat sampai di Mekkah. Dengan baju yang terkoyak-koyak dan bekalnya yang acak-acakan, dia berdiri di atas punggung untanya yang hidungnya sudah tampak buruk. Di tengah lembah, ia pun berteriak, "Wahai Orang-orang Quraisy, selamatkan kafilah...! Harta benda kalian yang dibawa Abu Sufyan telah dihadang Muhammad beserta rekan-rekannya. Menurutku kalian harus menyusulnya. Tolonglah. Tolonglah...!
Penduduk Mekkah Bersiap untuk Perang
Seketika itu juga, semua orang bersiap-siap. Mereka berkata, "Apakah Muhammad dan rekan-rekannya mengirim bahwa dia bisa menjadi seperti kafilah Ibnul Hadrami? Sama sekali tidak. Demi Allah, mereka pasti akan, mendapatkan kenyataan yang berbeda."
Orang-orang Quraisy hanya memiliki dua pilihan; berangkat sendiri ataukah mewakilkan kepada seseorang. Semua penduduk Mekkah hendak bergabung. Tak seorang pun pembesar mereka yang tertinggal kecuali Abu Lahan. Dia mewakilkannya kepada seseorang yang masih berhutang kepadanya. Bahkan beberapa kabilah Arab di sekitar mereka juga ikut bergabung. Semua perkampungan Quraisy ikut andil kecuali Bani Adi. Tak seorang pun diantara mereka yang ikut keluar.
Kekuatan pasukan Mekkah
Kekuatan mereka berjumlah 1300 orang pada awal keberangkatannya. Mereka didukung oleh seratus kuda, enam ratus baju besi, dan unta yang cukup banyak jumlahnya namun tidak diketahui secara pasti berapa jumlahnya. Komando tertinggi dipegang Abu Jahal bin Hisyam. Ada sembilan pemuka Quraisy yang bertanggung jawab terhadap makanan yang dibutuhkan seluruh anggota pasukan. Sehari mereka menyembelih sembilan ekor unta, dan adakalanya sepuluh ekor.
Persoalan Kabilah Bani Bakar
Setelah semua orang Quraisy sepakat untuk berangkat untuk nerangkat, di antara mereka ada yang mengingatkan permusuhan, mereka dengan Bani Bakar. Mereka khawatir Bani Bakar akan memukul mereka dari belakang, sehingga mereka bisa terjepit di antara dua kobaran api. Mereka benar-benar bimbang. Namun, kemudian muncul seorang Iblis yang menampakkan diri dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ju'tsum Al-Mudliji, pemimpin Bani Kinanah. Ia berkata kepada mereka, "Akulah yang akan menjamin bagi kalian bila Bani Kinanah memukul kalian dari belakang, yang dapat merugikan kalian."
Pasukan Mekkah Bergerak Maju
Akhirnya, pasukan Quraisy berangkat meninggalkan perkampungan mereka, sebagaimana firman Allah:
Dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. (Al-Anfal: 47)
Mereka maju sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah ﷺ, "Dengan membawa kemarahan dan senjata, mereka menantang Allah dan Rasul-Nya," dan sebagaimana firmannya-Nya:
Mereka berangkat pada pagi hari dengan kesombongan seolah-olah tidak akan ada yang mengalahkan mereka," dengan fanatisme, kemurkaan, dan kedengkian terhadap Rasulullah ﷺ serta para shahabat, untuk menyelamatkan kafilah dagang mereka.
Mereka bergerak cepat ke arah utara menuju Badar. Mereka jalur Asfan, Qudaid dan Al-Juhfah. Di sana datang surat dari Abu Sufyan yang isinya: "Sesungguhnya kalian keluar hanya untuk menyelamatkan kafilah dagang, orang-orang kalian, dan harta benda kalian. Allah telah menyelamatkan semuanya. Karena itu, lebih baik kalian kembali."
Kafilah Dapat Meloloskan Diri
Seperti yang dituturkan oleh Abu Sufyan, pada awalnya dia mengambil jalur utama yang menuju ke Mekkah. Namun, ia tetap waspada dan meningkatkan gerakan penyelidikannya. Ketika kafilahnya sudah mendekati Badar. dia,mendahului rombongan hingga bertemu dengan Mandi bin Amr, dan menanyakan pasukan Madinah kepadanya. Majdi menjawab, "Aku tidak melihat seorang pun yang mencurigakan. Hanya saja, tadi aku melihat ada dua orang penunggang unta yang berhenti di anak bukit ini. Mereka berdua mengisi kantong air, lalu pergi."
Abu Sufyan segera mendatangi tempat mengeruk unta dua orang yang dimaksudkan Majdi dan meneliti kotorannya. Dan ternyata di kotoran tersebut terdapat biji-bijian yang masih utuh. Dia berkata, "Demi Allah, ini adalah makanan hewan dari Yatsrib." Maka ia segera kembali menemui kafilahnya dan mengalihkan arah perjalanannya menuju ke barat ke arah pesisir pantai, tidak jadi ,mengambil jalur utama yang melewati badar, tepatnya ke arah kiri. Dengan cara itu, kafilah Abu Sufyan bisa selamat dari hadangan pasukan Madinah, lalu mengirim surat ke pasukan Mekkah yang sudah tiba di Al-Juhfah.
Kebimbangan Pasukan Mekkah
Setelah menerima surat Abu Sufyan, terbesit keinginan pasukan Mekkah untuk kembali. Tetapi, dengan sikap yang angkuh dan sombong Abu Jahal berkata, "Demi Allah, kita tidak akan kembali kecuali setelah tiba di Badar. Kita akan berada di sana selama tiga hari sambil menyembelih hewan, pesta makan, menenggak arak dan para biduan menyanyi untuk kita, agar semua bangsa Arab mendengar apa yang sedang kita lakukan dan bagaimana perjalanan serta kekuatan kita, sehingga mereka senantiasa gentar menghadapi kita."
Sebenarny Al-Akhnas bin Syariq sudah menyarankan Abu Jahal agar kembali saja. Namun, banyak di antara mereka yang juga tidak mau mendengarkan saran Al-Akhnas ini. Maka dia pun kembali bersama Bani Zuhrah, sehingga tak seorang pun dari Bani Zuhrah yang ikut dalam peperangan. Jumlah mereka adalah 300 orang. Selanjutnya Bani Zuhrah sangat kagum terhadap ketajaman pikiran Al-Akhnas ini, sehingga dia semakin disegani dan ditaati.
Bani Hasyim juga ingin kembali. Namun, Abu Jahal memaksa mereka, seraya berkata, "Janganlah gara-gara peperangan ini membuat kita terpecah hingga kita pulang nanti." Maka pasukan Mekkah dengan kekuatan 1000 orang melanjutkan perjalanan menuju Badar. Mereka terus berjalan hingga, mendekati Badar dan bersembunyi di balik bukit pasir, di pinggiran Wadi Badar.
Posisi Pasukan Islam yang Kurang Strategis
Mata-mata pasukan Madinah menyampaikan berita tentang lolosnya kafilah dagang Abu Sufyan kepada Rasulullah ﷺ yang saat itu masih dalam perjalanan melewati Wadi Dzafiran. Sementar itu, tidak ada kesempatan bagi beliau dan para shahabat untuk menghindari peperangan. Jadi mau tidak mau harus terus maju ke depan dengan mengobarkan semangat, keberanian dan heroisme. Sebab, jika pasukan Mekkah dibiarkan bercokol di sekitar daerah itu, sama saja dengan memberi angin kepada mereka untuk memantapkan posisi militernya, dan melebarkan pengaruh politiknya. Di sisi lain hal itu bisa melemahkan persatuan kaum Muslimin dan menimbulkan perasaan takut di hati mereka. Bahkan, bisa jadi gerakan Islam setelah itu hanya sebatas gerakan jasad tanpa ruh, lalu siapapun yang memendam kedengkian dan kebencian terhadap Islam bisa melancarkan serangan setiap saat ke Madinah.
Apakah setelah itu ada seseorang yang bisa memberi jaminan kepada kaum Muslimin untuk menghadang pasukan Mekkah agar tidak meneruskan perjalanannya menuju Madinah, sehingga kalau pun meletus peperangan, maka peperangan itu terjadi di luar Madinah dan tidak di pelataran mereka. Sementara itu, andaikata pasukan Madinah kalah, pengaruhnya akan, lebih buruk bagi pamor kaum Muslimin.
Majelis Permusyawaratan
Melihat perkembangan yang cukup rawan dan tidak terduga sebelumnya ini, Rasulullah ﷺ menyelenggarakan majelis tinggi permusyawaratan militer. Dalam majelis ini beliau mengisyaratkan posisi mereka yang harus dipertaruhkan secara mati-matian dan membuka kesempatan kepada setiap anggota pasukan dan para komandannya untuk mengemukakan pendapat. Pada saat itu ada sebagian di antara mereka yang nyalinya menjadi ciut dan takut terjun dalam pertempuran. Mereka inilah yang diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
كَمَاۤ اَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْۢ بَيْتِكَ بِا لْحَـقِّ ۖ وَاِ نَّ فَرِيْقًا مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ لَـكٰرِهُوْنَ {ه} يُجَا دِلُوْنَكَ فِى الْحَـقِّ بَعْدَ مَا تَبَي كَاَ نَّمَا يُسَا قُوْنَ اِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُوْنَ {٦}
"Sebagaimana Rabbmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Mereka membantahmu (Muhammad) tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seakan-akan mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab kematian itu). (Al-Anfal: 5:6)
Para komandan pasukan, seperti Abu Bakar dan Umar bin Al-Khaththab, sama sekali tidak mengendor dan lebih baik maju terus. Kemudian Al-Miqdad bin Amr berdiri seraya berkata, "Wahai Rasulullah, majulah terus seperti yang diperlihatkan Allah kepada Anda. Kami akan bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepada Anda sebagaimana Bani Israel yang berkata kepada Musa, 'Pergilah engkau sendiri bersama Rabbmu lalu berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya kami ingin duduk menanti di sini saja.' Tetapi, 'Pergilah engkau bersama Rabbmu lalu berperanglah kalian berdua, dan sesungguhnya kami akan berperang bersama kalian berdua. Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, andaikata Anda pergi membawa kami ke dasar sumur yang gelap, maka kami pun siap bertempur bersama Anda hingga Anda bisa mencapai tempat itu."
"Bagus" sabda Rasulullah ﷺ sembari mendoakan kebaikan bagi Al-Miqdad.
Itulah pendapat yang disampaikan tiga komandan pasukan dari Muhajirin. Padahal, jumlah mereka lebih sedikit. Rasulullah ﷺ juga ingin mendengar pendapat para komandan Anshar. Sebab, jumlah mereka adalah mayoritas dalam pasukan. Dengan demikian, beban peperangan tentu lebih banyak membebani pundak mereka. Selain itu bahwa Baiat Aqabah dahulu tidak mengharuskan mereka ikut dalam peperangan di luar perkampungan mereka. Setelah mendengar pendapat tiga komandan Muhajirin itu, beliau bersabda kepada mereka, "Berilah aku masukan wahai semua orang" Di dalam hati, beliau mengarahkan sabdanya ini kepada Anshar.
Maksud hati beliau ini dapat ditangkap komandan Anshar dan sekaligus pembawa benderanya, yaitu Sa'ad bin Mu'adz. Dia pun berkata, "Demi Allah, sepertinya yang engkau maksudkan adalah kami, wahai Rasulullah."
"Begitulah," jawab beliau.
Sa'ad berkata, "Kami sudah beriman kepada Anda. Kami sudah membenarkan Anda. Kami sudah bersaksi bahwa apa yang Anda bawa adalah kebenaran. Kami sudah memberikan sumpah dan janji kami untuk patuh dan taat. Maka majulah terus, wahai Rasulullah, seperti yang Anda kehendaki. Demi Yang mengutus engkau dengan kebenaran, andaikata Anda bersama kami terhalang lautan lalu Anda terjun ke dalam lautan itu, kami pun akan terjun bersamamu. Tak seorang pun di antara kami yang akan mundur. Kami suka jika besok Anda berhadapan dengan musuh bersama kami. Sesungguhnya kami dikenal orang-orang yang sabar dalam peperangan dan teguh dalam pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepada Anda tentang diri kami, apa yang engkau senangi. Maka majulah bersama kami dengan barokah Allah."
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Sa'ad bin Mu'adz berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Mungkin saja Anda khawatir orang-orang Anshar hanya berpegang kepada hak mereka untuk tidak menolong Anda kecuali di tengah perkampungan mereka. Sesungguhnya aku berbicara dan memberi jawaban atas nama orang-orang Anshar. Majulah seperti yang Anda kehendaki, sambunglah tali siapapun yang Anda kehendaki, putuslah tali siapapun yang Anda kehendaki. Ambillah dari harta kami menurut kehendak Anda, berikanlah kepada kami menurut kehendak Anda. Apapun yang Anda ambil dari kami itu lebih kami sukai daripada apa yang Anda tinggalkan untuk kami. Apapun yang Anda perintahkan, maka urusan kami hanyalah mengikuti perintah Anda. Demi Allah, jika Anda maju hingga mencapai dasar sumur yang gelap, tentu kami akan maju bersamamu. Demi Allah, jika engkau terhalang lautan bersama kami, lalu Anda terjun ke lautan itu, tentu kami juga akan terjun bersama Anda."
Rasulullah ﷺ merasa gembira dengan apa yang dikatakan Sa'ad dan semangatnya yang membara. Maka beliau bersabda, "Majulah kalian dan terimalah kabar gembira, karena Allah telah menjanjikan salah satu dari dua pihak kepadaku. Demi Allah, saat ini aku seolah-olah bisa tempat kematian mereka."
Pasukan Islam Melanjutkan Perjalanan
Setelah itu Rasulullah ﷺ meninggalkan Dzafiran untuk melanjutkan perjalanan. Beliau melewati jalan bukit yang disebut Al-Ashafir, kemudian cepat-cepat menuju suatu tempat yang disebut Ad-Dabbah dan meninggalkan Al-Hannan di sebelah kanannya, yaitu sebuah bukit pasir yang menyerupai gunung yang kokoh, kemudian tiba di dekat Badar.
Rasulullah Melakukan Kegiatan Mata-mata
Rasulullah bertindak sendiri dalam kegiatan mata-mata dengan ditemani oleh sahabat karib beliau di dalam gua, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika beliau sedang berputar-putar di sekitar pasukan Mekkah, tiba-tiba beliau berpapasan dengan seorang Arab yang sudah tua. Beliau bertanya kepadanya tentang pasukan Quraisy dan Muhammad. Beliau harus menanyakan kedua pasukan untuk penyamaran.
"Aku tidak akan memberitahukan kepada kalian sebelum kalian memberitahukan kepadaku, dari mana asal kalian berdua," kata orang tua itu.
"Beritahukan kepada kami, nanti akan kami beritahukan kepadamu dari mana asal kami," sabda beliau.
"Benarkah demikian?" tanya orang tua itu.
"Benar," jawab beliau.
"Menurut informasi yang kudengar, Muhammad dan rekan-rekannya berangkat pada hari ini dan ini. Jika informasi itu benar, berarti pada hari ini dia sudah tiba di tempat ini (tepat di tempat pemberhentian pasukan Madinah). Menurut informasi yang kudengar, Quraisy berangkat pada hari ini dan ini. Jika informasi ini benar, berarti mereka sudah tiba di tempat ini (tepat di tempat pemberhentian pasukan Mekkah).
"Setelah itu dia bertanya, "Sekarang, dari manakah asal kalian berdua?"
Beliau menjawab, "Kami berasal dari Ma' (air)."
Setelah itu beliau beranjak pergi, meninggalkan orang tua itu bergumam sendirian, "Dari Ma' yang mana? Ataukah dari Ma'ul 'Iraq?"
^ ^
Memperoleh Data Akurat tentang Pasukan Mekkah
Pada sore harinya beliau mengirim beberapa mata-mata lagi, untuk mencari data tentang musuh. Tugas ini diserahkan kepada tiga orang komandan Muhajirin, yaitu Ali bin Abu Thalib, Az-Zubair bin Al-Awwam, dan Sa'ad bin Abu Waqqash, dengan beberapa orang lagi. Mereka pergi ke mata air Badar, dan di sana mereka bertemu dengan dua pesuruh yang tugasnya mengambil air untuk kebutuhan pasukan Mekkah. Mereka langsung menangkap dua pesuruh itu dan membawanya ke hadapan Rasulullah Karena beliau masih shalat, maka mereka mengorek keterangan dari keduanya. Mereka berdua menjawab, "Kami adalah para pesuruh Quraisy. Mereka memerintahkan agar kami mengambil air untuk kebutuhan mereka. "Namun, mereka tidak puas dengan jawabanitu. Mereka ingin agar keduanya mengaku sebagai pesuruh Abu Sufyan. Bagaimana pun juga mereka masih menyisakan harapan untuk dapat menguasai kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan. Karenanya, mereka memukuli kedua orang itu hingga kesakitan. Karena mendapat pukulan yang bertubi-tubi, mereka berdua menjawab, "Kami memang pesuruh Abu Sufyan." Mereka menghentikan pukulan dengan jawaban itu.
Setelah selesai shalat, Rasulullah bersabda kepada mereka sebagai teguran, "Jika mereka berdua berkata jujur kepada kalian, kalian justru memukuli mereka. Namun, jika mereka berdusta kepada kalian, kalian malah membiarkan mereka. Demi Allah, mereka berdua berkata jujur. Mereka adalah pesuruh Quraisy."
Kemudian beliau bersabda kepada keduanya, "Kabarkanlah kepadaku tentang posisi pasukan Quraisy!"
"Mereka berada di balik bukit pasir yang bisa engkau lihat jika memandang ke arah Al-Udwatul Qushwa, " jawab mereka berdua.
"Berapa jumlah mereka?" tanya beliau.
"Banyak sekali."
"Berapa tepatnya?"
"Kami tidak tahu persis."
"Berapa ekor binatang yang mereka sembelih setiap harinya," tanya beliau.
"Sehari sembilan ekor dan besoknya lagi sepuluh ekor," jawab mereka berdua. "Berarti jumlah mereka antara sembilan ratus hingga seribu orang," sabda beliau.
Kemudian beliau bertanya lagi, "Siapa saja pemuka Quraisy yang bergabung di tengah mereka?"
"Utbah dan Syaibah, kedua anak Rabi'ah, Abul Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, Al-Harits bin Amir, Thu'aimah bin Adi, An-Nadhr bin Al-Harits, Zam'ah bin Al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf…" dan beberapa orang lagi yang mereka sebutkan.
Setelah itu Rasulullah ﷺ menghadap ke arah semua orang seraya bersabda, "Wahai semua orang, inilah Mekkah yang telah mengantarkan jantung hatinya kepada kalian."
Hujan Turun
Pada malam itu, Allah menurunkan hujan yang deras, sehingga orang-orang musyrik basah kuyup dan menghambat langkah mereka untuk maju. Tetapi, bagi kaum Muslimin, hujan itu seakan memoleskan kebersihan mereka dan mengenyahkan daki-daki setan dari diri mereka. Tanah menjadi kesat, pasir menjadi kempal, pijakan kaki pun menjadi mantap. Tempat mereka menjadi rata dan hati mereka semakin menyatu.
Pasukan Islam Lebih Dahulu Menempati Posisi yang Lebih Strategis
Rasulullah ﷺ memimpin pasukannya ke mata air Badar agar bisa mendahului pasukan orang-orang Quraisy. Dengan demikian, mereka bisa menghalangi orang-orang Quraisy untuk menguasai mata air itu. Pada petang hari mereka sudah tiba di dekat mata air Badar. Di sinilah Al-Hubab bin Al-Mundzir tampil layaknya seorang penasihat militer, seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang keputusan berhenti di tempat ini? Apakah ini tempat berhenti yang diturunkan Allah kepadamu? Jika begitu keadaannya. tidak ada pilihan bagi kami untuk maju atau mundur dari tempat ini. Atau, apakah ini sekedar pendapat, siasat dan taktik perang?"
Beliau menjawab, "Ini adalah pendapatku, siasat dan taktik perang."
Dia berkata, "Wahai Rasulullah, menurutku tidak tepat jika kita berhenti di sini. Pindahkanlah orang-orang ke tempat yang lebih dekat lagi dengan mata air daripada mereka (orang-orang musyrik Mekkah). Kita berhenti di tempat itu dan kita timbun kolam-kolam di belakang mereka, lalu kita buat kolam yang kita isi air hingga penuh. Setelah kita berperang menghadapi mereka. Kita bisa minum dan mereka tidak bisa.
"Beliau bersabda, "Engkau telah menyampaikan pendapat yang brilian."
Rasulullah ﷺ pun memindahkan pasukannya, sehingga jarak mereka dengan mata air lebih dekat daripada pihak musuh. Pasukan kaum Muslimin berada di tempat itu selama separuh malam, lalu mereka membuat sebuah kolam air dan menimbun kolam-kolam yang lain.
Posisi Komandan Perang
Ketika kaum Muslimin sudah berhenti di tempat yang dimaksudkan, dekat dengan mata air, Sa'ad bin Mu'adz mengusulkan kepada Rasulullah ﷺ, bagaimana jika kaum Muslimin membuat tempat khusus bagi beliau untuk memberikan komando, sekaligus sebagai antisipasi adanya serangan yang mendadak serta kemungkinan jika mereka terdesak dan sebelum memastikan kemenangan.
Dia berkata, "Wahai Nabi Allah, bagaimana jika kami membuat sebuah tenda bagi Anda dan kami siapkan kendaraan di sisi Anda, kemudian biarlah kami yang menghadapi musuh? Jika Allah memberikan kemenangan kepada kita atas musuh, memang inilah yang kami sukai. Namun, jika hasilnya lain, Anda bisa langsung duduk di atas kendaraan, lalu bisa menyusul orang-orang di belakang kami. Di sana masih ada beberapa orang yang tidak ikut bergabung dengan kami. Wahai Nabi Allah, mereka jauh lebih mencintai Anda daripada cinta kami kepada Anda. Jika mereka menganggap bahwa Anda harus menghadapi perang, tentu mereka tidak akan mangkir dari sisi Anda. Allah pasti akan membela Anda bersama mereka, memberikan nasihat kepada Anda, dan berjihad bersama Anda."
Maka Rasulullah ﷺ memohon dan mendoakan kebaikan bagi Sa'ad. Kemudian kaum Muslimin membuat sebuah tenda di tempat yang tinggi,tepatnya di sebelah timur laut dari medan perang. Ada beberapa pemuda Anshar yang telah ditunjuk menyertai Sa'ad bin Mu'adz, yang berjaga-jaga di sekitar Rasulullah ﷺ.
Menyiagakan Pasukan dan Memanfaatkan Malam untuk Berdoa
Kemudian Rasulullah ﷺ menyiapkan Pasukan. Beliau berkeliling di arena yang akan dijadikan ajang pertempuran. Beliau menunjukkan jarinya ke suatu tempat sambil bersabda, "Ini tempat kematiannya Fulan esok hari insya Allah, dan ini tempat kematiannya Fulan insya Allah."
Pada malam itu beliau lebih banyak mendirikan shalat di dekat pangkal pohon yang tumbuh di sana. Kaum Muslimin tidur dengan hembusan napas yang tenang seakan menyinari angkasa. Hati mereka ditaburi keyakinan. Mereka cukup istirahat pada malam itu, dengan harapan esok paginya dapat melihat kabar gembira dari Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِذْ يُغَشِّيْكُمُ النُّعَا سَ اَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَآءلِّيُطَهِّرَكُ بِهٖ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطٰنِ وَلِيَرْبِطَ عَلٰى قُلُوْبِكُم وَيُثَبِّتَ بِه الْاَ قْدَامَ {١١}
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Al-Anfal: 11)
Malam itu adalah malam Jumat, 17 Ramadhan 2 H, sedangkan keberangkatan beliau pada tanggal 8 atau 12 pada bulan yang sama.
Pasukan Mekkah Mulai Memasuki Arena Pertempuran dan Perpecahan di Kalangan Mereka
Malam itu pasukan Quraisy menghabiskan waktunya di Al-Udwatul Qushwa. Pada pagi harinya mereka turun dari atas bukit pasir dengan seluruh satuan-satuannya hingga tiba di lembah Badar. Tiba-tiba, beberapa orang dari pasukan Quraisy muncul di hadapan Rasulullah Beliau bersabda, "Biarkan saja mereka."
Setiap orang di antara mereka yang hendak mengambil air minum dari mata air pasti terbunuh, kecuali Hakim bin Hizam. Dia tidak dibunuh dan setelah itu dia masuk Islam. Setiap kali berjuang di sisi beliau, dia pun berkata, "Tidak, Demi yang telah menyelamatkan aku pada Perang Badar." Setelah pasukan Quraisy agak tenang, mereka mengutus Umair bin Wahb Al-Jumahi untuk menyelidiki dan menaksir seberapa besar kekuatan pasukan Madinah. Maka Umair berputar-putar di sekitar pasukan kaum Muslimin dengan menaiki kudanya, kemudian kembali menemui rekan-rekannya dan berkata, "Tiga ratus orang, kurang atau lebih sedikit. Tapi tunggu dulu, biar kuselidiki lagi bila kemungkinan mereka mempunyai pasukan cadangan atau pasukan pendukung di belakangn. Ia kemudian memacu kudanya hingga cukup jauh, dan setelah tak ada sesuatu pun yang dilihatnya, dia segera kembali lagi menemui pasukan Quraisy dan berkata kepada mereka, "Aku tidak melihat apapun. Tapi, wahai orang-orang Quraisy, aku melihat seolah ada bencana besar yang membawa kematian. Unta-unta Yatsrib membawa kematian yang mengerikan. Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai tameng dan benteng kecuali pedang-pedang mereka. Demi Allah, aku melihat tidak akan ada seorang pun di antara mereka yang akan terbunuh sebelum membunuh salah seorang di antara kalian. Jika jumlah mereka sama dengan jumlah kalian, tidak ada artinya hidup setelah itu. Karena itu, pikirkanlah hal ini!"
Pada saat itu ada pula aksi penentangan terhadap Abu Jahal yang ngotot untuk berperang. Aksi penentangan ini mengajak pasukan untuk kembali ke Mekkah tanpa harus bertempur dengan musuh. Maka Hakim bin Hizam kembali bersama beberapa orang. Ia lalu menemui Utbah bin Rabi' ah dan berkata, "Wahai Abul Walid, engkau adalah pemuka Quraisy, pemimpinnya dan orang yang ditaati.Mengapa engkau tidak ingin dikenang baik sepanjang masa?"
"Apa itu, wahai Hakim?" tanya Utbah.
"Pulanglah dengan orang-orangmu dan bawalah urusan sekutumu Amr bin Al-Hadhrami." Amr adalah orang yang terbunuh saat dipanah satuan perang kaum Muslimin di Nakhlah.
Utbah berkata, "Aku pasti akan melakukannya dan engkaulah penjaminku atas tindakan ini. Memang dia adalah sekutuku. Maka akulah yang akan menangani masalah tebusannya dan harta yang seharusnya miliknya."
Kemudian Utbah berkata kepada Hakim bin Hizam, "Kalau begitu temuilah Ibnu Al-Handhaliyah--maksudnya Abu Jahal, dan AlHandhaliyah adalah nama ibunya. Aku yakin semua orang setuju dengan ini, kecuali dia saja."
Kemudian, Utbah bin Rabi'ah berdiri di hadapan mereka dan berkata, "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, sungguh kalian tidak akan sanggup berbuat apa-apa bila kalian bertemu dengan Muhammad dan rekan-rekannya. Demi Allah, kalau kalian bisa mengalahkannya, tetap saja seseorang di antara kalian akan memandang wajah seseorang yang membuatnya benci ketika melihatnya, karena anak pamannya atau seseorang di antara kerabatnya ikut menjadi korban. Pulanglah dan biarkanlah urusan Muhammad dengan orang-orang Arab. Jika mereka dapat mengalahkannya, maka itulah yang memang kalian kehendaki. Namun, bila itu tidak terjadi, berarti ia akan menundukkan kalian dan kalian tidak mendapatkan apa yang kalian inginkan."
Hakim bin Hizam menemui Abu Jahal yang sedang mempersiapkan baju besinya, seraya berkata, "Wahai Abul Hakam, sesungguhnya Utbah mengutusku untuk berkata begini dan begini. "Abu Jahal menjawab, "Demi Allah, paru-paru Utbah telah menggembung (kiasan untuk orang yang pengecut) ketika melihat Muhammad dan rekan-rekannya. Demi Allah, kita tidak akan kembali sebelum Allah memutuskan perkara antara kita dan Muhammad. Biarkan saja Utbah dan perkataannya. Ia begitu karena sudah melihat bahwa Muhammad adalah pemakan hewan yang sudah dipotong dan ditengah mereka ada anaknya, sehingga dia menakut-nakuti kalian untuk berhadapan dengannya." Yang dimaksudkan dengan anaknya adalah Hudzaifah bin Utbah yang sudah sejak lama masuk Islam dan juga ikut hijrah.
Ketika Utbah mendengar ucapan Abu Jahal, "Demi Allah, paru-paru Utbah telah menggembung (kiasan untuk orang yang pengecut)", dia berkata, "Lihat saja nanti, siapa yang lebih pengecut; dia atau aku!!"
Karena merasa khawatir aksi penentangan ini semakin kuat dan untuk menghentikan perdebatan tersebut, Abu Jahal segera memanggil Amir bin Al-Hadhrami, saudara Amr bin Al-Hadhrami yang menjadi korban di Nakhlah, seraya berkata kepadanya, "Ini sekutumu ingin mengajak orang-orang untuk pulang. Padahal, engkau tahu sendiri siapa orang yang hendak engkau tuntut balas. Maka bangkitlah dan carilah orang yang hendak engkau balas dan yang membunuh saudaramu."
Amir pun bangkit sambil menampakkan pantatnya dan berteriak, "Benar-benar menyedihkan, perang sudah berkobar dan orang-orang sudah tidak sabar lagi. Mereka sudah berkumpul untuk menuntut balas. Namun, mereka telah dirusak oleh pendapat Utbah. "Ternyata sikap gegabah telah mengalahkan sikap bijaksana, sehingga penentangan yang disampaikan Hakim itu tidak banyak berarti.
Dua Pasukan Saling Mengintai
Setelah dua pasukan saling mengintai, Rasulullah bersabda, "Ya Allah, orang-orang Quraisy datang dengan kecongkakan dan kesombongannya. Mereka memusuhi-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, aku mengharapkan pertolongan-Mu seperti yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakanlah mereka pagi ini. "Itulah doa Rasulullah ﷺ, dan sebelumnya Utbah bin Rabi'ah telah bermimpi melihat di kelompok kaum Muslimin terdapat unta merah. Bila di salah satu kelompok ada kebaikan, itu bagi kelompok yang ada unta merah. Bila mereka menaatinya, mereka pasti mendapatkan petunjuk.
Rasulullah ﷺ meluruskan barisan kaum Muslimin dan ketika itu terjadilah sebuah momen yang mengagumkan. Rasulullah ﷺ membawa tombak untuk meluruskan barisan dan saat itu Sawad bin Ghaziyah menonjol dari barisannya. Maka beliau memukulnya dengan anak panah agar meluruskan barisan, sambil bersabda, "Luruskan barisanmu, wahai Sawad!" Sawad menjawab, "Wahai Rasulullah, engkau telah membuatku sakit. Karena itu, berilah kesempatan kepadaku untuk membalasnya. "Maka beliau menyingkap baju di bagian perutnya seraya bersabda, "Kalau begitu, balaslah!" Sawad pun langsung memeluk perut beliau.
"Apa yang mendorongmu melakukan ini, wahai Sawad?" tanya beliau keheranan. Sawad menjawab, "Wahai Rasulullah, telah datang kesempatan seperti yang engkau lihat saat ini. Sejak lama aku ingin agar kulitku dapat bersentuhan dengan kulitmu pada saat-saat terakhir aku hidup bersama engkau."Lalu beliau mendoakan kebaikan baginya.
Seusai meluruskan dan menata barisan, beliau mengeluarkan perintah agar pasukan tidak memulai pertempuran sebelum mendapat perintah yang terakhir dari beliau. Beliau juga menyampaikan beberapa petunjuk khusus tentang peperangan, dengan bersabda, "Jika kalian merasa jumlah musuh terlalu banyak, lepaskanlah anak panah kepada mereka. Dahuluilah mereka dalam melepaskan anak panah. Kalian tak perlu buru-buru menghunus pedang kecuali setelah mereka dekat dengan kalian." Setelah itu, beliau kembali lagi ke tenda bersama Abu Bakar. Sementara Sa'ad bin Mu'adz bertanggung jawab memimpin satuan pasukan yang bertugas melindungi beliau.
Di pihak kaum Musyrikin, pada hari itu Abu Jahal juga meminta keputusan dan memohon kemenangan kepada Allah dan berkata, "Ya Allah, apakah kami harus memutuskan tali kekerabatan dan menanggung akibat yang belum kami ketahui secara pasti? Maka hancurkanlah dia pada pagi ini. Ya Allah, siapakah yang lebih Engkau cintai dan lebih Engkau ridhai di sisi-Mu, maka berilah ia kemenangan pada hari ini." Tentang perkataan Abu Jahal ini, Allah berfirman:
اِنْ تَسْتَفْتِحُوْا فَقَدْ جَآءَكُمُ الْفَتْحُ ۚ وَاِ نْ تَنْتَهُوْا فَهُوَ خَيْرٌ لَّـكُمْ ۚ وَاِنْ تَعُوْدُوْا نَـعُدْ ۚ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًـا وَّلَوْ كَثُرَتْ ۙ وَاَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُؤْمِنِيْنَ {١٩}
Dan (orang-orang musyrik) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepada kalian; dan jika kalian berhenti, itulah yang lebih baik bagi kalian; dan jika kalian kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perang kalian sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kalian sesuatu bahaya meski sebanyak apa pun dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman." (Al-Anfal: 19)
Bara Peperangan Mulai Menyala
Orang yang pertama kali menyulut api peperangan adalah Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi, seorang laki-laki yang perangainya kasar dan
buruk akhlaknya. Dia keluar dari barisan pasukan Quraisy seraya berkata, "Aku bersumpah kepada Allah, aku benar-benar akan mengambil air
minum dari kolam kalian, atau aku akan menghancurkannya, atau lebih baik aku mati karenanya."
Kedatangannya langsung disambut Hamzah bin Abdul Muththalib رضي الله عنهم. Seteiah saling berhadapan, Hamzah langsung menyabetnya dengan pedang, sehingga kakinya putus di bagian betis dan darahnya memuncrat mengenai rekan-rekannya. Setelah itu Al-Aswad merangkak ke kolam hingga tercebur di dalamnya. Tetapi, secepat kilat Hamzah menyabetnya sekali lagi ketika dia berada di dalam kolam.
Duel Satu Lawan Satu
Itulahkorban pertama yang kemudian menyulut api peperangan, Setelah itu muncul tiga penunggang kuda Quraisy yang handal. Mereka berasal dari satu keluarga, yaitu Utbah bin Rabi'ah, Sya'ibah bin Rabi'ah, dan Al-Walid bin Utbah. Ketika mereka benar-benar sudah keluar dari barisan, mereka meminta untuk adu tanding. Muncullah tiga pemuda Anshar, yaitu Auf bin Al-Harits, Mu'awwidz bin Al-Harits--ibu keduanya adalah Afra'--dan Abdullah bin Rawahah.
"Siapa kalian ini?" tanya tiga orang musyrik tersebut.
"Kami orang-orang dari Anshar, "jawab salah seorang dari tiga orang Anshar tersebut.
"Kami menginginkan orang-orang yang sepadan dan terpandang. Kami tidak membutuhkan kalian. Kami hanya menginginkan kerabat paman kami."
Salah seorang di antara orang-orang musyrik itu berteriak dengan suara lantang, "Wahai Muhammad, keluarkan orang-orang terpandang yang berasal dari kaum kami."
Rasulullah ﷺ bersabda, "Bangkitlah, wahai Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah, dan Ali."
Ketika tiga orang Muslim ini berdiri dan menghampiri tiga orang musyrik itu, mereka bertanya, "Siapa kalian ini?" Setelah pertanyaan ini dijawab, mereka pun berkata, "Kalian sepadan dan terpandang."
Ubaidah yang paling tua di antara mereka, berhadapan dengan Utbah bin Rabi'ah, Hamzah berhadapan dengan Syaibah bin Rabi'ah, dan Ali berhadapan dengan Al-Walid. [Demikian penuturan Ibnu Ishaq. Namun, dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud disebutkan bahwa Ubaidah berhadapan dengan Al-Walid, Ali berhadapan dengan Syu'bah, dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Lihat Misykatul Mashabih,ll/1343]
Hamzah dan Ali tidak terlalu kesulitan melibas lawan tandingnya. Lain halnya dengan Ubaidah dan lawan tandingnya. Masing-masing saling melancarkan serangan hingga dua kali, dan masing-masing saling melukai lawannya. Kemudian Hamzah dan Ali menghampiri Utbah lalu membunuhnya. Setelah itu mereka berdua memapah tubuh Ubaidah yang sudah lemah, karena kakinya tertebas hingga putus. Dia sama sekali tidak mengeluh hingga meninggal dunia di Ash-Shafra', empat atau lima hari setelah Perang Badar, di tengah perjalanan pulang ke Madinah.
Pada saat itu Ali bersumpah kepada Allah, hingga karenanya turun ayat tentang kiprahnya:
﴾هٰذٰنِ خَصْمٰنِ اخْتَصَمُوْا فِيْ رَبِّهِمْ ۖ ﴿١٩
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19)
Perang Kolosal Dimulai
Kesudahan adu tanding ini merupakan awal yang buruk bagi orang-orang musyrik, karena mereka kehilangan tiga orang penunggang kuda yang diandalkan sekaligus komandan pasukan hanya dalam sekali gebrakan saja. Kemarahan mereka menggelegak, lalu mereka menyerang pasukan kaum Muslimin secara serentak dan membabi buta.
Di pihak kaum Muslimin, setelah memohon kemenangan dan pertolongan kepada Allah, serta memurnikan niat dan tunduk kepada-Nya, mereka menghadang serangan orang-orang musyrik yang dilancarkan secara bergelombang dan terus-menerus. Mereka tetap berdiri di tempat semula dengan sikap defensif. Namun, cara ini cukup ampuh untuk menjatuhkan korban di kalangan orang-orang musyrik. Tak henti-hentinya mereka berseru: Ahad…Ahad…"
Rasulullah Memohon kepada Allah
Sejak Rasulullah ﷺ kembali ke tenda setelah meluruskan dan menata barisan pasukan kaum Muslimin, beliau tak henti-hentinya memohon kemenangan kepada Allah seperti yang telah dijanjikan-Nya. Beliau bermunajat, "Ya Allah, penuhilah bagiku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu."
Ketika pertempuran semakin berkobar dan akhirnya mencapai puncaknya, beliau bersabda lagi, "Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, Engkau tidak akan disembah lagi, ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah untuk selamanya setelah hari ini."
Begitu mendalam doa yang beliau sampaikan kepada Allah hingga tanpa disadari mantel beliau jatuh dari pundak. Abu Bakar memungutnya lalu mengembalikan ke pundak beliau, seraya berkata, "Sudah cukup, wahai Rasulullah, untuk terus-menerus memohon kepada Rabbmu."
Allah mewahyukan kepada para malaikat. Dalam hal ini, Allah berfirman:
اَنِّيْ مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۗ سَاُ لْقِيْ فِيْ قُلُوْبِ الَّذِيْنَ كَفَرُوا الرُّعْبَ {١٢}
Sesungguhnya aku bersama kalian, maka teguhkan (pendirian)orang-orang yang telah beriman. Kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir. (Al-Anfal: 12)
Kemudian Allah mewahyukan kepada Rasulullah ﷺ
اَنِّيْ مُمِدُّكُمْ بِاَ لْفٍ مِّنَ الْمَلٰٓئِكَةِ مُرْدِفِيْن
Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut. (Al-Anfal: 9)
Artinya, para malaikat itu datang secara bergelombang, sebagian datang lalu disusul sebagian yang lain, tidak datang serentak dalam satu waktu.
Para Malaikat Telah Turun
Tiba-tiba Rasulullahdiserang kantuk hanya dalam sekejap saja. Kemudian beliau mendongakkan kepala seraya bersabda, "Bergembiralah wahai Abu Bakar. Jibril telah datang di atas gulungan-gulungan debu."
Dalam riwayat Muhammad bin Ishaq disebutkan, Rasulullah bersabda, "Bergembiralah, wahai Abu Bakar. Telah datang pertolongan Allah kepadamu. Jibril telah datang sambil memegang tali kekang kuda yang ditungganginya di atas gulungan-gulungan debu."
Kemudian Rasulullah keluar dari pintu tenda, melompat dari sana dengan mengenakan baju besi, seraya mengucapkan: "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang." (Al-Qamar: 45)
Setelah itu, Rasulullah memungut segenggam pasir lalu mendekat ke arah pasukan Quraisy, sembari bersabda, "Wajah-wajah yang buruk." Kemudian beliau menaburkan pasir tersebut ke wajah-wajah mereka, sehingga tak seorang pun orang musyrik melainkan matanya atau
tengkuknya atau mulutnya pasti terkena pasir itu. Tentang hal ini Allah menurunkan ayat:
﴾وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَ لٰـكِنَّ اللّٰهَ رَمٰى ۚ ﴿١٧
"Dan bukan kamu yang melempar tatkala kamu melempar. Tetapi, Allah yang melempar." (Al-Anfal: 17)
Serangan Balik
Pada saat itu beliau mengeluarkan perintah pamungkas kepada pasukan kaum Muslimin agar mengadakan serangan balik, seraya bersabda, "Kokohkanlah.
"Lalu beliau mengobarkan semangat mereka untuk terus berperang, dengan bersabda, "Demi diri Muhammad yang ada di Tangan-Nya, tiada seseorang pun pada hari ini yang berperang melawan mereka dengan penuh kesabaran, mengharap keridhaan Allah, dan maju terus pantang mundur, melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam surga.
"Beliau membangkitkan mereka lagi, "Bangkitlah menuju ke surga. yang luasnya seluas langit dan bumi."
Sa'ad itu juga, Al-Umair bin Al-Hammam berkata, "Hebat…hebat…
Apa yang mendorongmu mengucapkan 'hebat…hebat!'?" tanya beliau. "Tidak ada apa-apa, demi Allah, wahai Rasulullah. Ini hanya sekedar harapan agar aku termasuk penghuninya."
Beliau bersabda, "Sungguh engkau memang termasuk penghuninya.
"Dia mengeluarkan beberapa buah kurma dari tempatnya lalu memakan sebagian. Namun, dia segera melemparkannya sambil berkata, "Jika aku masih hidup dan memakan kurmaku ini, maka ini adalah kehidupan yang terlalu lama. "Kemudian dia menyerbu musuh hingga terbunuh."
Pada saat itu Auf bin Al-Harits juga bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apa yang membuat Rabb tersenyum kepada hamba-Nya?"
Beliau menjawab, "Bila ia menjulurkan tangannya ke tengah musuh tanpa mengenakan baju besi."
Seketika itu juga Auf melepaskan baju besi yang dikenakan dan melemparkannya begitu saja. Kemudian dia memungut pedang dan menyerang musuh hingga gugur di medan laga.
Kemudian beliau mengeluarkan perintah agar mengadakan serangan balik. Sebab, serangan musuh tidak lagi gencar dan semangat mereka sudah mengendur. Langkah yang bijak ini ternyata sangat ampuh untuk mengokohkan posisi pasukan
kaum Muslimin.
Setelah mendapat perintah untuk menyerang, mereka melancarkan serangan secara serentak dan gencar. Mereka menceraiberaikan barisan musuh hingga jatuh korban bergelimpangan di pihak Quraisy. Semangat mereka semakin berkobar setelah melihat Rasulullah terjun ke medan laga sambil mengenakan baju besi dan berteriak dengan suara lantang membacakan ayat:
"Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang."
Kaum Muslimin bertempur hebat dengan bantuan para malaikat. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Sa'ad, dari Ikrimah, bahwa ia berkata, "Pada saat itu ada kepala orang musyrik yang terkulai, tanpa diketahui siapa yang telah membabatnya. Ada pula tangan yang putus, tanpa diketahui siapa yang menyabetnya."
Ibnu Abbas berkata, "Ketika seseorang dari pasukan kaum Muslimin berusaha keras menghabisi salah seorang di antara pasukan musuh dihadapannya, tiba-tiba dia mendengar suara lecutan cambuk di atasnya dan suara sosok penunggang kuda yang berkata, 'Majulah terus, wahai Haizum (nama kuda Jibril)!" Tiba-tiba, orang Muslim itu menyaksikan orang musyrik di hadapannya sudah jatuh terkapar." Seorang Anshar yang melihat kejadian ini menuturkannya kepada Rasulullah. Maka beliaubersabda, "Engkau benar. Itulah pertolongan dari langit yang ketiga."
Abu Dawud Al-Mazini berkata, "Ketika aku mengejar salah seorang musyrikin untuk menebasnya, tiba-tiba kepalanya sudah tertebas sebelum pedangku menyentuhnya. Aku sadar bahwa rupanya dia telah dibunuh seseorang selain diriku."
Seorang Anshar lainnya datang membawa Al-Abbas bin Abdul Muththalib sebagai tawanan. Al-Abbas berkata, "Demi Allah, bukan orang ini yang tadi menawanku. Tadi aku ditawan seorang laki-laki botak dan wajahnya sangat tampan menunggang seekor kuda yang gagah. Aku tidak pernah melihatnya ada di tengah-tengah mereka." Orang Anshar itu menyahut, "Akulah yang telah menawannya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Diamlah, karena Allah telah membantumu dengan malaikat yang mulia."
Iblis Ikut Lari dari Medan Laga
Setelah melihat apa yang dialami orang-orang musyrik ketika berhadapan dengan pasukan kaum Muslimin yang dibantu oleh para malaikat, Iblis yang menyerupai Suraqah bin Malik bin Ju'syum--yang sejak semula memang menyertai pasukan Quraisy--segera beranjak untuk melarikan diri dari kancah peperangan.
Al-Harits bin Hisyam yang melihat gelagatnya yang mencurigakan itu segera menahannya. Tentu saja dia mengira Iblis itu benar-benar Suraqah. "Mau ke mana kamu Suraqah?" tanya Al-Harits. "Bukankah engkau pernah berkata bahwa engkau akan menjadi pendukung kami dan tidak akan meninggalkan kami? "Namun, Iblis tersebut memukul dada Al-Harits hingga membuatnya terjengkang ke belakang. Kemudian ia menjawab, "Aku mampu melihat apa yang tidak kalian lihat. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Siksaan Allah itu benar-benar sangat pedih." Setelah itu dia melarikan diri dan menceburkan diri ke laut.
Kekalahan Telak
Tanda-tanda kegagalan dan kebimbangan mulai menyelimuti barisan orang-orang musyrik. Banyak korban berjatuhan karena serangan orang-orang muslim yang gencar. Pertempuran hampir mendekati masa akhir. Tidak sedikit orang musyrik yang melarikan diri dan mundur dari arena peperangan. Hal ini semakin memudahkan pasukan kaum Muslimin untuk menawan dan menghabisi lawan. Dengan demikian, lengkap
sudah kekalahan kaum musyrik.
Kengototan Abu Jahal
Ketika Abu Jahal melihat tanda-tanda kebimbangan mulai menghantui pasukannya, ia pun berupaya tegar dan menggugah semangat mereka. Dengan sisa-sisa kecongkakan dan keangkuhannya dia berteriak, "Janganlah sekali-kali sikap Suraqah yang pengecut di hadapan kalian membuat kalian menjadi kalah. Karena sebenarnya dia terikat perjanjian dengan Muhammad. Janganlah sekali-kali terbunuhnya Utbah, Syaibah, dan Al-Walid membuat kalian takut. Mereka sudah mati mendahului kita. Demi Lata dan Uzza, kita tidak akan kembali sebelum dapat membelenggu mereka. Jangan sampai aku menyaksikan salah seorang di antara kalian hanya membunuh satu orang di antara mereka, tetapi babatlah mereka sekaligus, hingga kita puas mengetahui kelakuan buruk yang telah mereka lakukan."
Tetapi, belum seberapa lama ucapannya yang menunjukkan kecongkakan ini selesai dia ucapkan, barisannya sudah dibuat kocar-kacir karena serangan gencar pasukan kaum Muslimin. Di sekitarnya memang masih tersisa beberapa orang musyrik yang terus menyabetkan pedang dan menghujamkan tombak. Tetapi, semua itu tidak banyak berarti menghadapi gempuran kaum Muslimin.
Pada saat itulah sosok Abu Jahal sudah tampak jelas di hadapan kaum Muslimin. Dia berputar-putar menaiki kudanya, seakan-akan kematian sudah menunggunya dan siap menyedot darahnya lewat tangan dua pemuda Anshar.
Kematian Abu Jahal
Abdurrahman bin Auf menuturkan, "Ketika aku sedang berada di tengah barisan pada Perang Badar, aku menengok ke arah kiri dan kanan. Aku melihat dua pemuda yang masih belia. Aku tidak berani menjamin keselamatan keduanya saat itu.
Salah seorang di antara mereka bertanya dan berbisik-bisik kepadaku, "Wahai paman, tunjukkan kepadaku orang yang namanya Abu Jahal!"
"Wahai keponakanku, apa yang hendak engkau lakukan terhadap dirinya?" tanyaku.
"Kudengar dia suka mencaci maki Rasullullah ," jawabnya. Lalu dia berkata lagi, "Demi Dzat yang diriku berada di Tangan-Nya, jika aku sudah melihatnya, tak kubiarkan dia lolos dari penglihatanku hingga terlihat siapakah di antara kami yang lebih dahulu mati."
Aku tertegun mendengar perkataannya. Pemuda yang satunya lagi mengerling kepadaku dan bertanya seperti itu pula kepadaku. Aku menajamkan pandangan mencari-cari Abu Jahal yang sedang berputar-putar di tengah manusia. Setelah terlihat, aku berkata kepada mereka berdua. "Apakah kalian tidak melihat? Itulah sasaran yang engkau tanyakan itu."
Dua pemuda itu pun langsung menyerbu Abu Jahal secara serentak dengan pedangnya hingga dapat membunuhnya. Kemudian keduanya menemui Rasulullah ﷺ dan beliau bertanya, "Siapakah di antara kalian berdua yang telah berhasil membunuhnya?"
Masing-masing menjawab, "Saya yang telah membunuhnya."
"Apakah kalian sudah mengusap pedang kalian?" tanya beliau.
"Belum," jawab keduanya.
Beliau memandang pedang milik mereka berdua, lalu bersabda,
"Kalian berdua telah membunuhnya."
Rasulullah ﷺ menyerahkan harta rampasan miliknya secara khusus kepada Mu'adz bin Amr Al-Jamuh. Dua pemuda ini adalah Mu'adz bin Amr Al-Jamuh dan Mu'awwidz bin Afra'. [Beliau menyerahkan harta rampasan secara khusus kepada Mu'adz karena pemuda yang kedua terbunuh setelah itu. Lihat Shahih Al-Bukhari, I/444 dan Misykatul Mashabih,II/132.]
Ibnu Ishaq menuturkan, "Mu'adz bin Amr bin Al-Jamuh berkata, 'Aku mencari informasi dari orang-orang. Sementara saat itu Abu Jahal berada di dekat pohon yang rimbun, berbaur dengan orang-orang musyrik yang membawa tombak dan pedang yang memang bergerombol di sekitarnya untuk melindunginya. Orang-orang berkata, 'Abul Hakam (Abu Jahal) tidak akan bisa lolos.'
Ketika kudengar tentang dirinya, aku mempersiapkan diri lalu mendekati dirinya. Saat jarak sudah memungkinkan, aku segera menyerangnya dan dapat menyabetnya hingga kakinya putus pada bagian betis. Namun, kemudian anaknya Ikrimah menyerangku dan mengenai pundakku, hingga tanganku putus dan bergelantungan, karena kulitnya masih belum putus. Pertempuran yang terus berkecamuk membuatku tersingkir dari kancah pertempuran. Setelah berhasil membunuh sekian banyak musuh pada hari ini, akhirnya aku agak mundur ke belakang. Karena rasa sakit yang amat sangat, tanganku yang tertebas kuputus dan
kubuang. [Mu'adz tetap hidup hingga era Utsman bin Affan.]
Saat itulah Mu'awwidz bin Afra' mendekati Abu Jahal dan menyabetnya hingga tersungkur dan membiarkannya dalam keadaan sekarat. Setelah itu Mu'awwidz terus bertempur hingga terbunuh. Ketika pertempuran sudah berhenti, Rasulullah ﷺ bertanya, 'Siapa yang tahu, apa yang terjadi
dengan Abu Jahal?' Orang-orang pun berpencar untuk mencarinya.
Abdullah bin Mas'ud mendapatinya dengan napas tinggal satu-satu. Abdullah bin Mas'ud menginjakkan kakinya di leher Abu Jahal, memegang jenggotnya untuk mendongakkan kepalanya.
'Apakah Allah sudah menghinakanmu, wahai musuh Allah?" tanya Abdullah bin Mas'ud.
'Dengan apa Dia menghinakan diriku?' Abu Jahal balik bertanya.
Lalu dia bertanya lagi, 'Apakah aku menjadi hina karena menjadi orang yang telah kalian bunuh? Atau orang yang kalian bunuh itu justru lebih terhormat? Andaikan saja bukan seorang pembajak tanah yang telah membunuhku.'
Lalu dia bertanya, 'Beritahukan kepadaku, siapakah yang berhasil menguasai daerah ini?'
Abdullah bin Mas'ud menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya.'
Abu Jahal berkata kepada Abdullah bin Mas'ud yang masih menginjakkan kakinya di lehernya, 'Aku sudah naik tangga yang sulit, wahai penggembala kambing.' Selama di Mekkah dulu, Abdullah bin Mas'ud memang seorang penggembala kambing.
Setelah dialog ini, Abdullah bin Mas'ud menarik kepala Abu Jahal dan membawanya ke hadapan Rasulullah ﷺ dan berkata, 'Wahai Rasulullah, inilah kepala musuh Allah, Abu Jahal.
'Demi Allah yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Benarkah?' Beliau mengucapkannya tiga kali, lalu bersabda lagi, "Allahu akbar. Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya, menolong hamba-Nya, mengalahkan pasukan musuh-Nya."
Lalu beliau bersabda lagi, "Kemarilah dan perlihatkanlah kepadaku!!"
Kemudian kami pun mendekati dan memperlihatkannya kepada beliau, maka Beliau pun bersabda, “Inilah Fir'aun umat ini.”
📚[Sirah Nabawiyah. Ar-Rahiq Al-Makhtum]
Bersambung...
Postingan Populer
Sebagian Kisah dan Nasihat Nabi 'Isa 'Alaihissalam
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar